Politik Upah Minimum




Oleh SURYA TJANDRA

Ketika Presiden Yudhoyono dikabarkan mengeluhkan kerasnya pelantang suara demonstrasi buruh yang dianggap mengganggu Istana, sesungguhnyayang terjadi tak lebih dari jeritan kaum buruh menuntut perhatian pemerintah untuk pemerataan kesejahteraan.
Kenaikan upah minimum pada tahun ini langsung tergerus kenaikan harga BBM yang memicu inflasi, ditambah lagi kenaikan beberapa harga komoditas. Badan Pusat Statistika menyatakan, meski nominal meningkat signifikan, upah riil buruh industry pada kuartal pertama 2013 justru turun 1,05 persen. Sementara itu, tingkat kesenjangan terus meningkat hingga 0,41 tanpa ada tanda-tanda pemerintah menaruh perhatian serius untuk mengatasinya secara sistematis.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian MS Hidayat, seorang pengusaha, beberapa kali menyatakan bahwa pemerintah akan mengeluarkan instruksi presiden yang akan membatasi kenaikan upah minimum sebesar 20 persen terhadap upah minimum tahun berjalan. Isu kenaikan upah minimum bukan hal baru karena pada tahun 2006 sudah ada Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Pemulihan Iklim Investasi, yang antara lain memuat hal sama. Instruksi ini tidak efektif  karena ditolak buruh.
Sikap simpatik disampaikan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang juga berlatar belakang pengusaha, beliau menyatakan bahwa memang tuntutan buruh itu wajar, setidaknya untuk  DKI yang memang kebutuhan hidup sudah tinggi. Masalahnya, bagaimana menurunkan kebutuhan hidup layak (KHL) buruh agar upah minimum juga bisa ditekan. Menurut Basuki, dapat dilakukan dengan mengurangi pengeluaran buruh. Itulah alas an Pemerintah DKI menyelenggarakan program Kartu Jakarta Sehat dan Kartu Jakarta Pintar agar sebagian pengeluaran warga DKI, termasuk buruh bisa dikurangi.
Selain itu, dengan menyediakan perumahan buruh yang dekat dengan tempat bekerja untuk menekan ongkos transportasi. Basuki menunjukkan pemahamannya yang mendalam, dengan tidak begitu saja menerima  atau menolak desakan buruh, tetapi memberi solusi yang bisa dilakukan melalui kekuasaan politik yang ia miliki. Solusi yang dipilihnya: memperkuat perlindungan social dengan pada saat sama menekan pengeluaran.
Pengalaman Brasil
Kebijakan kenaikan upah minimum dapat berdampak pada penurunan kesenjangan social di masyarakat. Strategi ini disebut dengan income-led growth strategy, strategi pertumbuhan dengan peningkatan pendapatan. Contoh paling nyata yang menerapkan strategi ini adalah Brasil pada era Presiden Lula da Silva. Meski tak bebas dari dampak krisis financial dan ekonomi, dengan strategi tersebut, Brasil berhasil menunjukkan kinerja yang memuaskan dari segi ekonomi ataupun pasar buruhnya.
Fokus utamanya pembangunan Negara kesejahteraan (sistem jaminan social), kebijakan menaikkan upah buruh, mendorong investasi pemerintah, dan perhatian baru pada kebijakan industri. Pada awalanya, pengusaha jelas keberatan, tetapi hanya dalam tempo dua tahun Lula berhasil meyakinkan mereka, bahkan organisasi pengusaha di Brasil setuju membuat perjanjian.
Pemerintah memilih industri manufaktur yang paling penting di Brasil, dalam arti mempekerjakan paling banyak buruh dan mampu mendorong pertumbuhan di sektor lainnya. Pajak produk industri  kemudian diturunkan sehingga harga produk murah, agar pengusaha dapat menaikkan upah buruhnya dengan pada saat sama juga mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja.
Membelanjakan Upah
Presiden Lula, berpidato mendorong rakyatnya membelanjakan upahnya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi domestiknya, Program perlindungan sosial juga dikembangkan. Program Bolsa Familia (semacam bantuan tunai langsung tunai terarah) yang diberikan kepada perempuan dan untuk pendidikan anak-anak juga diperluas. Kebijakan mendoorong pertumbuhan dengan peningkatan pendapatan  sekaligus melindungi yang paling miskin. Presiden Lula dan penguatan pasar kerja dan ekonomi negeri itu.
Kebijakan inofatif seperti ini bisa diterapkan di Indonesia. Pengusaha sesungguhnya “tinggal apa kata peerintah, asal pemerintah tegas”. Selama semua dilakukan secara transparan dan masuk akal, buruh pun akan siapp bernegosiasi.

SURYA TJANDRA
Dosen Fakultas Hukum
Unika Atma Jaya, Jakarta



Referensi :
KOMPAS, RABU, 25 SEPTEMBER 2013

0 komentar:



Posting Komentar